Engel

Engel
Bingo

Kamis, 23 April 2015

agama jainisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang
Bicara tentang agama, di dunia yang luas ini terdapat berjuta-juta manusia yang berasal dari etnis dan suku yang berbeda, hingga bentuk pola fikir, bentuk budaya maupun bahasa juga berbeda. Begitupun dengan Agama, kebanyakan orang menganggap bahwa agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah  yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Untuk mengetahui lebih lanjutnya tentang agama-agama minoritas yang ada dunia, salah satunya yaitu agama jainisme yang bersal dari india, yang mana penduduk india juga memiliki perbedaan kepercayaan, seperti pemeluk agama budha, hindu dan juga pemeluk agama jainisme tersebut.
Dalam pembahasan ini, akan di paparkan pengertian dan sejarah dari agama jainisme serta bentuk-bentuk ajaran dan kitab-kitab yang ada didalam agama tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian dan sejarah Jainisme
Kata Jain memiliki makna penaklukan, yang mana maksud dari penaklukan itu adalah penaklukan dalam kodrat-kodrat syahwati yang berada didalam tata hidup manusia. Salah satu filusuf mengatakan “jain adalah gerakan rasionalisme yang bebas dari kekuasaan kitab weda yang terbentuk berdasarkan karakter umum dari masyarakat hindu. Hal yang melatar belakangi adanya paham ini adalah adanya rasa takut terhadap renkarnasi dan pelarian diri dari kesialan hidup. Berawal dari hal tersebut akhirnya jainisme berpegang pada latihan rohani yang melelahkan dan memerlukan kontrol diri yang sulit. Pointnya adalah tidak peduli akan kenikmatan dan penderitaan, dengan cara menjalani hidup dalam kesengsaraan dan kekerasan.[1]
Jain ini muncul atas dasar reaksi dari ketidak setujuan terhadap ajaran-ajaran agama hindu dalam hal pendiskriminasian lapisan sosial (Kasta).
Sebenarnya ajaran dari agama jaina ini telah ada sejak dahulu, mereka mengakui bahwa dalam agama jain ada 24 Thirtankara atau jiwa yang sempurna, yang diyakini telah menyebar agama jaina keseluruh dunia. Dan dari ke 24 thirtankara tersebut, Vardhamana atau biasa mereka sebut dengan istilah Mahavira adalah tokoh jainisme yang paling dikenal ajarannya mampu memberikan kesempurnaan dalam agama jaina ketika berada di tangannya. Dan mahavira itu adalah Thirtankara yang ke dua puluh empat.
 Jainisme sendiri mulai diakui keberadaannya di magadha, india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mahavira dianggap bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran jainisme tersebut. Namun diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara, Mahavira adalah yang paling akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama jain.
B.     Ajaran dan Praktek Kegamaannya
Jainisme tidak lain adalah gerakan revolusioner terhadap sebagian ajaran Hindu yang pengaruhnya meresahkan masyarakat. Sistem kasta telah menciptakan benih permusuhan dan kebencian antar-golongan. Jiwa masyarakat yang tadinya bersatu, diguncang dengan kedengkian satu sama lain karena system pelapisan social yang ekstrem tersebut.
Ketika system kasta tersebut, menurut keyakinan Hindu dianggap sebagai kehendak dewa, mahavira menentangnya. Akibat penentangannya itu, Jainisme dianggap sebagai aliran atheis. Dari sini terjadilah kekosongan besar pada agama Jain karena sikap mahavira tidak mengakui dewa, padahal pengakuannya tersebut bisa menyempurnakan aliran baru yang diserukan itu. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan pengikut mahavira dan aliran Jainisme mengambil 24 dewa sebagai tuhan mereka.Diantara kepercayaan Jainisme adalah tidak mengakui system kasta. Kala itu, setiap orang berusaha untuk terbebas dari kasta yang kemungkinan kecil hanya didapat dengan bekerja. Pada sisi lain, Jainisme melihat bahwa kemampuan manusia tentu berbeda dalam menanggung dan menjalankan ajarannya. Karena itu, mereka membagi manusia menjadi dua golongan sesuai kemampuan: golongan khusus dan golongan umum(awam).
Golongan khusus adalah pendeta-pendeta, orang-orang pertapa yang mengamalkan latihan-latihan berat dan pengharaman diri serta meninggalkan keluarga dan rumah karena menjelajahi negara-negara, kota-kota, dan kampung-kampung. Golongan ini adalah tulang punggung lembaga tersebut. Demi mendapatkan keselamatan sejati. Sehingga mereka rela berjalan keliling kota dengan tubuh telanjang, tanpa busana apapun dan alas kaki serta menderita, sakit, lapar, hina dan miskin.
Sementara golongan umum adalah mereka yang mengambil jalan yang dilalui oleh orang-orang khusus tadi. Mereka tidak melakukan latihan yang berat dan melelahkan, tetapi mereka berkewajiban menyanggupi semua ajaran Jainisme, seperti menjaga para arwah meski itu arwah seekor serangga sekalipun. Mereka beretika dengan akhlak dan perilaku orang-orang Jain dan harus bersedekah kepada para pedeta. Salah satu kepercayaan Jain yang sesuai dan sama dengan Hinduisme adalah pendapat tentang reinkarnasi dan adanya kelahiran berulang pada orang yang sama.[2]
Adapun ajaran pokok dari agama jain adalah, Mahavira mengajarkan bahwa kebebasan itu terpendam di dalam diri manusia sendiri. Yaitu : Kebebasan dari adanya karma, yang mana maksudnya adalah bebas dari sebab akibat yang dilakukan oleh manusiawi. Jainisme tetap menerima ajaran tentang karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, Menurut jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa itu. Menurut jain karma bisa dibersihkan, proses pembersihan karma disebut dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama hidup, itulah yang dimaksudkan dengan pembebasan dari karma. Dan yang terakhir adalah kebebasan dari samsara, yaitu hidup berulang kali kedunia yang semua itu merupakan denta. Kebebasan itu bukan dengan mempersembahkan korban sesewaktu, dan bukan pula dengan mempersembahkan sesajen didepan berhala.
Mahavira menyimpulkan seluruh pokok ajarannya pada Tiga Ratna Jiwa (The Three Jewels of Soul), yaitu :
1.      Pengetahuan yang benar
2.      Kepercayaan yang benar
3.      Tindakan yang benar
Tindakan yang benar itu mestilah berazaskan Lima Sumpah Terbesar (Five Great Vows), yaitu :
1.      Jangan membunuh sesuatu yang hidup
2.      Jangan mencuri
3.      Jangan berdusta
4.      Jangan hidup bejat
5.      Jangan menghasratkan apapun.[3]
C.    Kitab Suci Agama Jain
Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut agam jaina adalah pidato-pidato mahavira. Kemudian pidato-pidato mahavira ini diterima oleh para pengikutnya seperti para murid-muridnya,orang-orang arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber kepustakaan suci ini diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu dikarenakan takut ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran yang lain maka pada abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para penganut jaina mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan naskah-naskah suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini diberi nama siddhanta, yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang digunakan dalam kitab ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa tersebut hanya digunakan pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk menjaga isinya kitab tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.
Menurut Shri Krishna Saksena isi konon Jainisme secara sistematik terdiri dari 12 anga, dan anga yang terakhir dibagi menjadi 14 purwa, 5 prakarana dan literature sutra yanglain. Menurujt jainisme kanon yang orisinal sejak zaman Thirtankara yang pertama terdiri dari dua buah buku suci yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun akhirya keempat belas purva tersebut diperdebatkan antara sekte digambara dan svetambara, terutama karna hanya diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon yang lain kurang begitu dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas terdiri dari 45 teks selain itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6 Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara serta 4 mulasutra.
Oleh karena itu, penulisan undang-undang Jainisme ditunda sampai tahun 57 M. akhirnya, mereka membukukan sebagian naskah yang didapatkan setelah cukup banyak kehilangan warisan tersebut. Pada abad ke-5 M, mereka menyelenggarakan pertemuan lain di kota Welapehi yang menyepakati pendapat terakhir tentang warisan Jainisme yang mereka anggap suci. Kali pertama, buku tersebut ditulis dalam bahasa Ardaha Majdi,(bahasa kepustakaan sebelum masehi)  kemudian ditulis dengan bahasa Sanskerta pada abad-abad Masehi. Selain itu orang Jain juga percaya dengan permata yakut yang tiga atau bisa disebut tiga ratna jiwa diantaranya yaitu,
1.  Permata atau mutiara yang pertama adalah itikad yang sah, dialah puncak penyelamatan. Maksud mereka adalah percaya kepada para pemimpin Jain yang dua puluh empat itu. Itulah aturan yang dipuja dan jalan yang lurus. Itikad yang sah tidak ada kecuali setelah diri terlepas dari kotoran-kotoran dosa yang melekat padanya dan yang menghalangi sampainya ruh kepada itikad ini.
2. Permata atau mutiara yang ke dua adalah ilmu yang benar, maksudnya adalah pengetahuan mengenai alam dari kedua segi rohaninya dan kebendaan serta membedakan diantara keduanya. Martabat pengetahuan ini berlainan menurut kekuatan penglihatan hati dan kejernihan ruh. Seseorang yang memisahkan pengaruh dari kekuatan rohani serta sinarnya dapat melihat alam dalam bentuk yang sebenarnya, segala hakikat terbentang di depannya, tabir-tabir tebal tersingkap darinya yang menyebabkannya dapat membedakan antara kebenaran dan kesalahan, antara sangkaan dan keyakinan. Dia tidak diraguhkan oleh apapun . Ilmu pengetahuan yang benar ada sesudah itikad yang sah.      
3. Permata atau mutiara yang ketiga adalah akhlak yang benar, maksudnya adalah bersifat dengan akhlak Jain seperti melakukan kebaikan meninggalkan keburukan, tidak membunuh, tidak berbohong, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan kecurangan dan berzuhud dengan barang-barang kepunyaan sendiri. 
Ketiga mutiara ini saling berkaitan. Tatkala seorang manusia itu telah sempurna maka dia mendapati suatu kenikmatan dan kebahagiaan yang tidak dapat ditandingi oleh kenikmatan dan kebahagiaan manapun.
D.   Prinsip-prinsip Utama untuk Pembersihan Ruh
Parah pengikut Jain meletakan tujuh asas utama untuk membersihkan ruh. Asas-asa ini adalah dianggap puncak atau sumber prinsip-prinsip Agama Jain. Asas-asas ini adalah sebagai berikut.
1.  Membuat pengakuan dan perjanjian kepada para pemimpin dan pendeta-pendeta bahwa hendaklah murid itu berbudi pekerti baik dan membuang segala kelakuan yang buruk.
2. Bertakwa, yaitu hendaklah senantiasa berhati-hati ketika berbicara dan bekerja, dan pada segala gerak-gerik dan juga waktu berdiam. Tidak menyakiti atau membahayakan makhluk apapun yang hidup walau hina sekalipun.
3.  Mengurangi gerakan badan, bicara, berfikir tentang hal-hal dunia yang jasmani sehingga masa dan napas-napas yang berharga tidak terbuang pada perkara-perkara yang kecil.
4. Menghiasi diri dengan sepuluh perkara yang menjadi puncak kebaikan dan jalan kesempurnaan, yaitu pemaaf, benar, lurus, merendahkan diri, bersih, menahan nafsu, berhemat lahir dan batin, berzuhud, meninggalkan perempuan, dan tidak mementingkan diri sendiri.
5. Pemikiran terhadap hakikat utama mengenai alam dan jiwa. Sebagian masalah alam dan masalah jiwa dapat dicapai dengan panca indra yang bersifat kebendaan, dan sebagiannya dapat dicapai dengan kaca mata akal.
6. Mengatasi kesulitan hidup dan segala kedukaannya yang timbul dari gejala-gejala jasmani atau kebendaan, seperti rasa lapar, dahaga, sejuk, panas, dan segala hawa nafsu yang bersifat kebendaan itu. Haruslah dia menegakkan suatu tembok yang kukuh disekelilingnya agar terlepas dari gejala-gejala dan panca indra dan dari pengaruhnya.
7.  Kepuasan yang sempurna, ketenangan, budi pekerti yang baik, kebersihan lahir dan batin.
Agama Jain beranggapan bahwa prinsip-prinsip ini melepaskan manusia dari ikatan yang mengikatnya dengan kehidupan serta merampas ketegangan pikiran dan hatinya. Seandainya seseorang bersifat dengan sifat-sifat yang tujuh ini maka dia sikeluarkan dari kegelapan yang menyelubunginya disebabkan kedukaan hidup di dunia.








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Agama jain adalah sebuah agama yang tidak mempercayai akan adanya system kasta, sebab mereka menganggap bahwa dengan adanya system kasta membuat perselisihan dan permusuhan antar sesame golongan, yang mana hal tersebut membuat masyarakat sekitar menjadi resah.
Dan orang Jain mempercayai ajaran itu Tiga Ratna Jiwa (The Three Jewels of Soul), yaitu : Pengetahuan yang benar, Kepercayaan yang benar, Tindakan yang benar. Sehingga mereka akan mendapatkan suatu kesempurnaan dalam hidup serta dapat melawan kebebasan itu yang terpendam di dalam diri manusia sendiri.





[1] http://agama2minorshiro.blogspot.com/2013/05/agama-jain-jaina.html
[2] http://prabukalianget.blogspot.com/2013/12/jainisme-1.html
[3] http://agama2minorshiro.blogspot.com/2013/05/agama-jain-jaina.html

13 komentar:

  1. Pertanyaan yang sama mbak,, kenapa jain disebut agama padahal atheis? Apa bedanya dengan kepercayaan atau penghayat????

    BalasHapus
  2. karna baru kali ini mendengar tentang ajaran jain jdi masih banyk yang belum paham mengenai ajranya...namun yg jdi pertanyaan besar bagi saya adakah saat ini masyarakat yang mengamalkan ajaran jain ini ? serta bagaimana sih tata cara sembahyangnya

    BalasHapus
  3. duluan mana sih munculnya agama Budha sama agama jaina ini? dan bagaimana latar belakang didirikannya agama ini?

    BalasHapus
  4. apa yang menjadi inti atau ciri khas ajaran agama Jaina ini?

    BalasHapus
  5. Agama jain tidak mengakui adanya Tuhan lalu bagaimana tujuan agama tersebut? Berarti tidak ada konsep balasan atas apa yang dikerjakan? Mohon jelaskan. Terimakasih.

    BalasHapus
  6. tolong jelaskan lagi tentang pembersihan ruh agama jain????

    BalasHapus
  7. jaini mengakui penolakan terhadap kasta, lalu apakah dalam masyarakat penganut jaini tidak terbentuk stratifikasi sosial?

    BalasHapus
  8. apakah agama jaina ini ada di Indonesia?

    BalasHapus
  9. Apakah saat ini masih ada yang menganut agama jaini? Jika ada dimana..

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Katanya, Jain terrmasuk kelompok atheis, kok mengakui 24 dewa? jelaskan!

    BalasHapus
  12. dalam agama jain, bagaimana persyaratan menduduki tingkat pendeta?

    BalasHapus
  13. bagaimana konsep agama jain? karena berdasarkan doktrin ajarannya, antara jain, hindu, dan budha hampir memiliki kesamaan.

    BalasHapus