BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Bicara tentang agama, di dunia yang luas ini
terdapat berjuta-juta manusia yang berasal dari etnis dan suku yang berbeda,
hingga bentuk pola fikir, bentuk budaya maupun bahasa juga berbeda. Begitupun
dengan Agama, kebanyakan orang menganggap bahwa agama adalah sistem yang
mengatur kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Untuk mengetahui lebih lanjutnya tentang agama-agama
minoritas yang ada dunia, salah satunya yaitu agama jainisme yang bersal dari
india, yang mana penduduk india juga memiliki perbedaan kepercayaan, seperti
pemeluk agama budha, hindu dan juga pemeluk agama jainisme tersebut.
Dalam pembahasan ini, akan di paparkan pengertian
dan sejarah dari agama jainisme serta bentuk-bentuk ajaran dan kitab-kitab yang
ada didalam agama tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan sejarah Jainisme
Kata Jain memiliki makna penaklukan, yang mana
maksud dari penaklukan itu adalah penaklukan dalam kodrat-kodrat syahwati yang
berada didalam tata hidup manusia. Salah satu filusuf mengatakan “jain adalah
gerakan rasionalisme yang bebas dari kekuasaan kitab weda yang terbentuk
berdasarkan karakter umum dari masyarakat hindu. Hal yang melatar belakangi
adanya paham ini adalah adanya rasa takut terhadap renkarnasi dan pelarian diri
dari kesialan hidup. Berawal dari hal tersebut akhirnya jainisme berpegang pada
latihan rohani yang melelahkan dan memerlukan kontrol diri yang sulit. Pointnya
adalah tidak peduli akan kenikmatan dan penderitaan, dengan cara menjalani
hidup dalam kesengsaraan dan kekerasan.[1]
Jain ini muncul atas dasar reaksi dari ketidak
setujuan terhadap ajaran-ajaran agama hindu dalam hal pendiskriminasian lapisan
sosial (Kasta).
Sebenarnya ajaran dari agama jaina ini telah ada
sejak dahulu, mereka mengakui bahwa dalam agama jain ada 24 Thirtankara atau
jiwa yang sempurna, yang diyakini telah menyebar agama jaina keseluruh dunia.
Dan dari ke 24 thirtankara tersebut, Vardhamana atau biasa mereka sebut dengan
istilah Mahavira adalah tokoh jainisme yang paling dikenal ajarannya mampu
memberikan kesempurnaan dalam agama jaina ketika berada di tangannya. Dan
mahavira itu adalah Thirtankara yang ke dua puluh empat.
Jainisme sendiri mulai diakui keberadaannya di
magadha, india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu
mahavira menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme,
bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mahavira dianggap
bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran jainisme tersebut. Namun
diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara, Mahavira adalah yang paling akhir
turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan
ajaran-ajaran agama jain.
B. Ajaran
dan Praktek Kegamaannya
Jainisme tidak lain
adalah gerakan revolusioner terhadap sebagian ajaran Hindu yang pengaruhnya
meresahkan masyarakat. Sistem kasta telah menciptakan benih permusuhan dan
kebencian antar-golongan. Jiwa masyarakat yang tadinya bersatu, diguncang
dengan kedengkian satu sama lain karena system pelapisan social yang ekstrem
tersebut.
Ketika system kasta tersebut, menurut keyakinan Hindu dianggap
sebagai kehendak dewa, mahavira menentangnya. Akibat penentangannya itu,
Jainisme dianggap sebagai aliran atheis. Dari sini terjadilah kekosongan besar
pada agama Jain karena sikap mahavira tidak mengakui dewa, padahal pengakuannya
tersebut bisa menyempurnakan aliran baru yang diserukan itu. Hal inilah yang
pada akhirnya menyebabkan pengikut mahavira dan aliran Jainisme mengambil 24
dewa sebagai tuhan mereka.Diantara kepercayaan Jainisme adalah tidak mengakui
system kasta. Kala itu, setiap orang berusaha untuk terbebas dari kasta yang
kemungkinan kecil hanya didapat dengan bekerja. Pada sisi lain, Jainisme
melihat bahwa kemampuan manusia tentu berbeda dalam menanggung dan menjalankan
ajarannya. Karena itu, mereka membagi manusia menjadi dua golongan sesuai
kemampuan: golongan khusus dan golongan umum(awam).
Golongan khusus adalah pendeta-pendeta, orang-orang pertapa yang
mengamalkan latihan-latihan berat dan pengharaman diri serta meninggalkan
keluarga dan rumah karena menjelajahi negara-negara, kota-kota, dan
kampung-kampung. Golongan ini adalah tulang punggung lembaga tersebut. Demi
mendapatkan keselamatan sejati. Sehingga mereka rela berjalan keliling kota
dengan tubuh telanjang, tanpa busana apapun dan alas kaki serta menderita,
sakit, lapar, hina dan miskin.
Sementara golongan umum adalah mereka yang mengambil jalan yang
dilalui oleh orang-orang khusus tadi. Mereka tidak melakukan latihan yang berat
dan melelahkan, tetapi mereka berkewajiban menyanggupi semua ajaran Jainisme,
seperti menjaga para arwah meski itu arwah seekor serangga sekalipun. Mereka
beretika dengan akhlak dan perilaku orang-orang Jain dan harus bersedekah kepada
para pedeta. Salah satu kepercayaan Jain yang sesuai dan sama dengan Hinduisme
adalah pendapat tentang reinkarnasi dan adanya kelahiran berulang pada orang
yang sama.[2]
Adapun ajaran pokok dari agama jain adalah, Mahavira mengajarkan bahwa kebebasan itu
terpendam di dalam diri manusia sendiri. Yaitu : Kebebasan dari adanya
karma, yang mana maksudnya adalah bebas dari sebab akibat yang dilakukan oleh
manusiawi. Jainisme tetap menerima ajaran
tentang karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, Menurut jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy
itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa
itu. Menurut jain karma bisa dibersihkan, proses pembersihan karma disebut
dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada
akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama
hidup, itulah yang dimaksudkan dengan pembebasan dari karma. Dan yang terakhir
adalah kebebasan dari samsara, yaitu hidup berulang
kali kedunia yang semua itu merupakan denta. Kebebasan itu bukan dengan
mempersembahkan korban sesewaktu, dan bukan pula dengan mempersembahkan sesajen
didepan berhala.
Mahavira menyimpulkan seluruh pokok ajarannya pada Tiga Ratna Jiwa
(The Three Jewels of Soul), yaitu :
1. Pengetahuan yang benar
2. Kepercayaan yang benar
3. Tindakan yang benar
Tindakan yang benar itu mestilah berazaskan Lima Sumpah Terbesar
(Five Great Vows), yaitu :
1. Jangan membunuh sesuatu
yang hidup
2. Jangan mencuri
3. Jangan berdusta
4. Jangan hidup bejat
C. Kitab Suci Agama Jain
Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut agam jaina
adalah pidato-pidato mahavira. Kemudian pidato-pidato mahavira ini diterima
oleh para pengikutnya seperti para murid-muridnya,orang-orang
arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber kepustakaan suci ini
diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu dikarenakan takut
ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran yang lain maka pada
abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para penganut jaina
mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan naskah-naskah
suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini diberi nama siddhanta,
yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang digunakan dalam kitab
ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa tersebut hanya digunakan
pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk menjaga isinya kitab
tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.
Menurut Shri Krishna Saksena isi konon Jainisme secara
sistematik terdiri dari 12 anga, dan anga yang terakhir dibagi menjadi 14
purwa, 5 prakarana dan literature sutra yanglain. Menurujt jainisme kanon yang
orisinal sejak zaman Thirtankara yang pertama terdiri dari dua buah buku suci
yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun akhirya keempat belas purva tersebut
diperdebatkan antara sekte digambara dan svetambara, terutama karna hanya
diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon yang lain kurang begitu
dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas terdiri dari 45 teks selain
itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6 Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara
serta 4 mulasutra.
Oleh karena itu, penulisan undang-undang
Jainisme ditunda sampai tahun 57 M. akhirnya, mereka membukukan sebagian naskah
yang didapatkan setelah cukup banyak kehilangan warisan tersebut. Pada abad
ke-5 M, mereka menyelenggarakan pertemuan lain di kota Welapehi yang
menyepakati pendapat terakhir tentang warisan Jainisme yang mereka anggap suci.
Kali pertama, buku tersebut ditulis dalam bahasa Ardaha Majdi,(bahasa
kepustakaan sebelum masehi) kemudian
ditulis dengan bahasa Sanskerta pada abad-abad Masehi. Selain itu orang Jain
juga percaya dengan permata yakut yang tiga atau bisa disebut tiga ratna jiwa
diantaranya yaitu,
1.
Permata atau
mutiara yang pertama adalah itikad yang sah, dialah puncak penyelamatan. Maksud
mereka adalah percaya kepada para pemimpin Jain yang dua puluh empat itu.
Itulah aturan yang dipuja dan jalan yang lurus. Itikad yang sah tidak ada
kecuali setelah diri terlepas dari kotoran-kotoran dosa yang melekat padanya
dan yang menghalangi sampainya ruh kepada itikad ini.
2. Permata atau mutiara
yang ke dua adalah ilmu yang benar, maksudnya adalah pengetahuan mengenai alam
dari kedua segi rohaninya dan kebendaan serta membedakan diantara keduanya.
Martabat pengetahuan ini berlainan menurut kekuatan penglihatan hati dan
kejernihan ruh. Seseorang yang memisahkan pengaruh dari kekuatan rohani serta
sinarnya dapat melihat alam dalam bentuk yang sebenarnya, segala hakikat
terbentang di depannya, tabir-tabir tebal tersingkap darinya yang
menyebabkannya dapat membedakan antara kebenaran dan kesalahan, antara sangkaan
dan keyakinan. Dia tidak diraguhkan oleh apapun . Ilmu pengetahuan yang benar
ada sesudah itikad yang sah.
3. Permata atau
mutiara yang ketiga adalah akhlak yang benar, maksudnya adalah bersifat dengan
akhlak Jain seperti melakukan kebaikan meninggalkan keburukan, tidak membunuh,
tidak berbohong, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan kecurangan dan
berzuhud dengan barang-barang kepunyaan sendiri.
Ketiga mutiara ini saling berkaitan. Tatkala
seorang manusia itu telah sempurna maka dia mendapati suatu kenikmatan dan
kebahagiaan yang tidak dapat ditandingi oleh kenikmatan dan kebahagiaan
manapun.
D. Prinsip-prinsip Utama untuk Pembersihan Ruh
Parah pengikut
Jain meletakan tujuh asas utama untuk membersihkan ruh. Asas-asa ini adalah
dianggap puncak atau sumber prinsip-prinsip Agama Jain. Asas-asas ini adalah
sebagai berikut.
1. Membuat pengakuan dan perjanjian kepada para
pemimpin dan pendeta-pendeta bahwa hendaklah murid itu berbudi pekerti baik dan
membuang segala kelakuan yang buruk.
2. Bertakwa,
yaitu hendaklah senantiasa berhati-hati ketika berbicara dan bekerja, dan pada
segala gerak-gerik dan juga waktu berdiam. Tidak menyakiti atau membahayakan
makhluk apapun yang hidup walau hina sekalipun.
3. Mengurangi gerakan badan, bicara, berfikir
tentang hal-hal dunia yang jasmani sehingga masa dan napas-napas yang berharga
tidak terbuang pada perkara-perkara yang kecil.
4. Menghiasi
diri dengan sepuluh perkara yang menjadi puncak kebaikan dan jalan
kesempurnaan, yaitu pemaaf, benar, lurus, merendahkan diri, bersih, menahan
nafsu, berhemat lahir dan batin, berzuhud, meninggalkan perempuan, dan tidak
mementingkan diri sendiri.
5. Pemikiran
terhadap hakikat utama mengenai alam dan jiwa. Sebagian masalah alam dan
masalah jiwa dapat dicapai dengan panca indra yang bersifat kebendaan, dan
sebagiannya dapat dicapai dengan kaca mata akal.
6. Mengatasi kesulitan hidup dan segala kedukaannya
yang timbul dari gejala-gejala jasmani atau kebendaan, seperti rasa lapar,
dahaga, sejuk, panas, dan segala hawa nafsu yang bersifat kebendaan itu.
Haruslah dia menegakkan suatu tembok yang kukuh disekelilingnya agar terlepas
dari gejala-gejala dan panca indra dan dari pengaruhnya.
7. Kepuasan yang sempurna, ketenangan, budi
pekerti yang baik, kebersihan lahir dan batin.
Agama Jain
beranggapan bahwa prinsip-prinsip ini melepaskan manusia dari ikatan yang
mengikatnya dengan kehidupan serta merampas ketegangan pikiran dan hatinya.
Seandainya seseorang bersifat dengan sifat-sifat yang tujuh ini maka dia
sikeluarkan dari kegelapan yang menyelubunginya disebabkan kedukaan hidup di
dunia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agama jain adalah sebuah agama yang tidak
mempercayai akan adanya system kasta, sebab mereka menganggap bahwa dengan
adanya system kasta membuat perselisihan dan permusuhan antar sesame golongan,
yang mana hal tersebut membuat masyarakat sekitar menjadi resah.
Dan orang Jain
mempercayai ajaran itu Tiga Ratna Jiwa (The Three Jewels of Soul), yaitu :
Pengetahuan yang benar, Kepercayaan yang benar, Tindakan yang benar. Sehingga
mereka akan mendapatkan suatu kesempurnaan dalam hidup serta dapat melawan kebebasan itu yang terpendam di dalam diri manusia sendiri.
Pertanyaan yang sama mbak,, kenapa jain disebut agama padahal atheis? Apa bedanya dengan kepercayaan atau penghayat????
BalasHapuskarna baru kali ini mendengar tentang ajaran jain jdi masih banyk yang belum paham mengenai ajranya...namun yg jdi pertanyaan besar bagi saya adakah saat ini masyarakat yang mengamalkan ajaran jain ini ? serta bagaimana sih tata cara sembahyangnya
BalasHapusduluan mana sih munculnya agama Budha sama agama jaina ini? dan bagaimana latar belakang didirikannya agama ini?
BalasHapusapa yang menjadi inti atau ciri khas ajaran agama Jaina ini?
BalasHapusAgama jain tidak mengakui adanya Tuhan lalu bagaimana tujuan agama tersebut? Berarti tidak ada konsep balasan atas apa yang dikerjakan? Mohon jelaskan. Terimakasih.
BalasHapustolong jelaskan lagi tentang pembersihan ruh agama jain????
BalasHapusjaini mengakui penolakan terhadap kasta, lalu apakah dalam masyarakat penganut jaini tidak terbentuk stratifikasi sosial?
BalasHapusapakah agama jaina ini ada di Indonesia?
BalasHapusApakah saat ini masih ada yang menganut agama jaini? Jika ada dimana..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKatanya, Jain terrmasuk kelompok atheis, kok mengakui 24 dewa? jelaskan!
BalasHapusdalam agama jain, bagaimana persyaratan menduduki tingkat pendeta?
BalasHapusbagaimana konsep agama jain? karena berdasarkan doktrin ajarannya, antara jain, hindu, dan budha hampir memiliki kesamaan.
BalasHapus