Engel

Engel
Bingo

Kamis, 23 April 2015

agama jainisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang
Bicara tentang agama, di dunia yang luas ini terdapat berjuta-juta manusia yang berasal dari etnis dan suku yang berbeda, hingga bentuk pola fikir, bentuk budaya maupun bahasa juga berbeda. Begitupun dengan Agama, kebanyakan orang menganggap bahwa agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah  yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Untuk mengetahui lebih lanjutnya tentang agama-agama minoritas yang ada dunia, salah satunya yaitu agama jainisme yang bersal dari india, yang mana penduduk india juga memiliki perbedaan kepercayaan, seperti pemeluk agama budha, hindu dan juga pemeluk agama jainisme tersebut.
Dalam pembahasan ini, akan di paparkan pengertian dan sejarah dari agama jainisme serta bentuk-bentuk ajaran dan kitab-kitab yang ada didalam agama tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian dan sejarah Jainisme
Kata Jain memiliki makna penaklukan, yang mana maksud dari penaklukan itu adalah penaklukan dalam kodrat-kodrat syahwati yang berada didalam tata hidup manusia. Salah satu filusuf mengatakan “jain adalah gerakan rasionalisme yang bebas dari kekuasaan kitab weda yang terbentuk berdasarkan karakter umum dari masyarakat hindu. Hal yang melatar belakangi adanya paham ini adalah adanya rasa takut terhadap renkarnasi dan pelarian diri dari kesialan hidup. Berawal dari hal tersebut akhirnya jainisme berpegang pada latihan rohani yang melelahkan dan memerlukan kontrol diri yang sulit. Pointnya adalah tidak peduli akan kenikmatan dan penderitaan, dengan cara menjalani hidup dalam kesengsaraan dan kekerasan.[1]
Jain ini muncul atas dasar reaksi dari ketidak setujuan terhadap ajaran-ajaran agama hindu dalam hal pendiskriminasian lapisan sosial (Kasta).
Sebenarnya ajaran dari agama jaina ini telah ada sejak dahulu, mereka mengakui bahwa dalam agama jain ada 24 Thirtankara atau jiwa yang sempurna, yang diyakini telah menyebar agama jaina keseluruh dunia. Dan dari ke 24 thirtankara tersebut, Vardhamana atau biasa mereka sebut dengan istilah Mahavira adalah tokoh jainisme yang paling dikenal ajarannya mampu memberikan kesempurnaan dalam agama jaina ketika berada di tangannya. Dan mahavira itu adalah Thirtankara yang ke dua puluh empat.
 Jainisme sendiri mulai diakui keberadaannya di magadha, india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mahavira dianggap bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran jainisme tersebut. Namun diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara, Mahavira adalah yang paling akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama jain.
B.     Ajaran dan Praktek Kegamaannya
Jainisme tidak lain adalah gerakan revolusioner terhadap sebagian ajaran Hindu yang pengaruhnya meresahkan masyarakat. Sistem kasta telah menciptakan benih permusuhan dan kebencian antar-golongan. Jiwa masyarakat yang tadinya bersatu, diguncang dengan kedengkian satu sama lain karena system pelapisan social yang ekstrem tersebut.
Ketika system kasta tersebut, menurut keyakinan Hindu dianggap sebagai kehendak dewa, mahavira menentangnya. Akibat penentangannya itu, Jainisme dianggap sebagai aliran atheis. Dari sini terjadilah kekosongan besar pada agama Jain karena sikap mahavira tidak mengakui dewa, padahal pengakuannya tersebut bisa menyempurnakan aliran baru yang diserukan itu. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan pengikut mahavira dan aliran Jainisme mengambil 24 dewa sebagai tuhan mereka.Diantara kepercayaan Jainisme adalah tidak mengakui system kasta. Kala itu, setiap orang berusaha untuk terbebas dari kasta yang kemungkinan kecil hanya didapat dengan bekerja. Pada sisi lain, Jainisme melihat bahwa kemampuan manusia tentu berbeda dalam menanggung dan menjalankan ajarannya. Karena itu, mereka membagi manusia menjadi dua golongan sesuai kemampuan: golongan khusus dan golongan umum(awam).
Golongan khusus adalah pendeta-pendeta, orang-orang pertapa yang mengamalkan latihan-latihan berat dan pengharaman diri serta meninggalkan keluarga dan rumah karena menjelajahi negara-negara, kota-kota, dan kampung-kampung. Golongan ini adalah tulang punggung lembaga tersebut. Demi mendapatkan keselamatan sejati. Sehingga mereka rela berjalan keliling kota dengan tubuh telanjang, tanpa busana apapun dan alas kaki serta menderita, sakit, lapar, hina dan miskin.
Sementara golongan umum adalah mereka yang mengambil jalan yang dilalui oleh orang-orang khusus tadi. Mereka tidak melakukan latihan yang berat dan melelahkan, tetapi mereka berkewajiban menyanggupi semua ajaran Jainisme, seperti menjaga para arwah meski itu arwah seekor serangga sekalipun. Mereka beretika dengan akhlak dan perilaku orang-orang Jain dan harus bersedekah kepada para pedeta. Salah satu kepercayaan Jain yang sesuai dan sama dengan Hinduisme adalah pendapat tentang reinkarnasi dan adanya kelahiran berulang pada orang yang sama.[2]
Adapun ajaran pokok dari agama jain adalah, Mahavira mengajarkan bahwa kebebasan itu terpendam di dalam diri manusia sendiri. Yaitu : Kebebasan dari adanya karma, yang mana maksudnya adalah bebas dari sebab akibat yang dilakukan oleh manusiawi. Jainisme tetap menerima ajaran tentang karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, Menurut jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa itu. Menurut jain karma bisa dibersihkan, proses pembersihan karma disebut dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama hidup, itulah yang dimaksudkan dengan pembebasan dari karma. Dan yang terakhir adalah kebebasan dari samsara, yaitu hidup berulang kali kedunia yang semua itu merupakan denta. Kebebasan itu bukan dengan mempersembahkan korban sesewaktu, dan bukan pula dengan mempersembahkan sesajen didepan berhala.
Mahavira menyimpulkan seluruh pokok ajarannya pada Tiga Ratna Jiwa (The Three Jewels of Soul), yaitu :
1.      Pengetahuan yang benar
2.      Kepercayaan yang benar
3.      Tindakan yang benar
Tindakan yang benar itu mestilah berazaskan Lima Sumpah Terbesar (Five Great Vows), yaitu :
1.      Jangan membunuh sesuatu yang hidup
2.      Jangan mencuri
3.      Jangan berdusta
4.      Jangan hidup bejat
5.      Jangan menghasratkan apapun.[3]
C.    Kitab Suci Agama Jain
Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut agam jaina adalah pidato-pidato mahavira. Kemudian pidato-pidato mahavira ini diterima oleh para pengikutnya seperti para murid-muridnya,orang-orang arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber kepustakaan suci ini diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu dikarenakan takut ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran yang lain maka pada abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para penganut jaina mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan naskah-naskah suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini diberi nama siddhanta, yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang digunakan dalam kitab ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa tersebut hanya digunakan pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk menjaga isinya kitab tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.
Menurut Shri Krishna Saksena isi konon Jainisme secara sistematik terdiri dari 12 anga, dan anga yang terakhir dibagi menjadi 14 purwa, 5 prakarana dan literature sutra yanglain. Menurujt jainisme kanon yang orisinal sejak zaman Thirtankara yang pertama terdiri dari dua buah buku suci yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun akhirya keempat belas purva tersebut diperdebatkan antara sekte digambara dan svetambara, terutama karna hanya diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon yang lain kurang begitu dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas terdiri dari 45 teks selain itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6 Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara serta 4 mulasutra.
Oleh karena itu, penulisan undang-undang Jainisme ditunda sampai tahun 57 M. akhirnya, mereka membukukan sebagian naskah yang didapatkan setelah cukup banyak kehilangan warisan tersebut. Pada abad ke-5 M, mereka menyelenggarakan pertemuan lain di kota Welapehi yang menyepakati pendapat terakhir tentang warisan Jainisme yang mereka anggap suci. Kali pertama, buku tersebut ditulis dalam bahasa Ardaha Majdi,(bahasa kepustakaan sebelum masehi)  kemudian ditulis dengan bahasa Sanskerta pada abad-abad Masehi. Selain itu orang Jain juga percaya dengan permata yakut yang tiga atau bisa disebut tiga ratna jiwa diantaranya yaitu,
1.  Permata atau mutiara yang pertama adalah itikad yang sah, dialah puncak penyelamatan. Maksud mereka adalah percaya kepada para pemimpin Jain yang dua puluh empat itu. Itulah aturan yang dipuja dan jalan yang lurus. Itikad yang sah tidak ada kecuali setelah diri terlepas dari kotoran-kotoran dosa yang melekat padanya dan yang menghalangi sampainya ruh kepada itikad ini.
2. Permata atau mutiara yang ke dua adalah ilmu yang benar, maksudnya adalah pengetahuan mengenai alam dari kedua segi rohaninya dan kebendaan serta membedakan diantara keduanya. Martabat pengetahuan ini berlainan menurut kekuatan penglihatan hati dan kejernihan ruh. Seseorang yang memisahkan pengaruh dari kekuatan rohani serta sinarnya dapat melihat alam dalam bentuk yang sebenarnya, segala hakikat terbentang di depannya, tabir-tabir tebal tersingkap darinya yang menyebabkannya dapat membedakan antara kebenaran dan kesalahan, antara sangkaan dan keyakinan. Dia tidak diraguhkan oleh apapun . Ilmu pengetahuan yang benar ada sesudah itikad yang sah.      
3. Permata atau mutiara yang ketiga adalah akhlak yang benar, maksudnya adalah bersifat dengan akhlak Jain seperti melakukan kebaikan meninggalkan keburukan, tidak membunuh, tidak berbohong, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan kecurangan dan berzuhud dengan barang-barang kepunyaan sendiri. 
Ketiga mutiara ini saling berkaitan. Tatkala seorang manusia itu telah sempurna maka dia mendapati suatu kenikmatan dan kebahagiaan yang tidak dapat ditandingi oleh kenikmatan dan kebahagiaan manapun.
D.   Prinsip-prinsip Utama untuk Pembersihan Ruh
Parah pengikut Jain meletakan tujuh asas utama untuk membersihkan ruh. Asas-asa ini adalah dianggap puncak atau sumber prinsip-prinsip Agama Jain. Asas-asas ini adalah sebagai berikut.
1.  Membuat pengakuan dan perjanjian kepada para pemimpin dan pendeta-pendeta bahwa hendaklah murid itu berbudi pekerti baik dan membuang segala kelakuan yang buruk.
2. Bertakwa, yaitu hendaklah senantiasa berhati-hati ketika berbicara dan bekerja, dan pada segala gerak-gerik dan juga waktu berdiam. Tidak menyakiti atau membahayakan makhluk apapun yang hidup walau hina sekalipun.
3.  Mengurangi gerakan badan, bicara, berfikir tentang hal-hal dunia yang jasmani sehingga masa dan napas-napas yang berharga tidak terbuang pada perkara-perkara yang kecil.
4. Menghiasi diri dengan sepuluh perkara yang menjadi puncak kebaikan dan jalan kesempurnaan, yaitu pemaaf, benar, lurus, merendahkan diri, bersih, menahan nafsu, berhemat lahir dan batin, berzuhud, meninggalkan perempuan, dan tidak mementingkan diri sendiri.
5. Pemikiran terhadap hakikat utama mengenai alam dan jiwa. Sebagian masalah alam dan masalah jiwa dapat dicapai dengan panca indra yang bersifat kebendaan, dan sebagiannya dapat dicapai dengan kaca mata akal.
6. Mengatasi kesulitan hidup dan segala kedukaannya yang timbul dari gejala-gejala jasmani atau kebendaan, seperti rasa lapar, dahaga, sejuk, panas, dan segala hawa nafsu yang bersifat kebendaan itu. Haruslah dia menegakkan suatu tembok yang kukuh disekelilingnya agar terlepas dari gejala-gejala dan panca indra dan dari pengaruhnya.
7.  Kepuasan yang sempurna, ketenangan, budi pekerti yang baik, kebersihan lahir dan batin.
Agama Jain beranggapan bahwa prinsip-prinsip ini melepaskan manusia dari ikatan yang mengikatnya dengan kehidupan serta merampas ketegangan pikiran dan hatinya. Seandainya seseorang bersifat dengan sifat-sifat yang tujuh ini maka dia sikeluarkan dari kegelapan yang menyelubunginya disebabkan kedukaan hidup di dunia.








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Agama jain adalah sebuah agama yang tidak mempercayai akan adanya system kasta, sebab mereka menganggap bahwa dengan adanya system kasta membuat perselisihan dan permusuhan antar sesame golongan, yang mana hal tersebut membuat masyarakat sekitar menjadi resah.
Dan orang Jain mempercayai ajaran itu Tiga Ratna Jiwa (The Three Jewels of Soul), yaitu : Pengetahuan yang benar, Kepercayaan yang benar, Tindakan yang benar. Sehingga mereka akan mendapatkan suatu kesempurnaan dalam hidup serta dapat melawan kebebasan itu yang terpendam di dalam diri manusia sendiri.





[1] http://agama2minorshiro.blogspot.com/2013/05/agama-jain-jaina.html
[2] http://prabukalianget.blogspot.com/2013/12/jainisme-1.html
[3] http://agama2minorshiro.blogspot.com/2013/05/agama-jain-jaina.html

Jumat, 20 Maret 2015

psikologi sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memilih jalannya sendiri dalam menjalani hidupnya. Dan tidak banyak dari mereka menganggap bahwa hidup itu suatu hal yang harus dijalani bahkan diperjuangkan. Semisal mereka memilih caranya sendiri dalam menanggapi setiap liku kehidupan. Realiatas tidaknya tindakan apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan persepsikan. Oleh karena itu aneh tidaknya setiap tingkah laku manusia itu adalah melainkan telah memiliki makna tersendiri bagi mereka. Dan setiap tingkah laku itu adalah wahana kognitif yang dijadikan upaya dalam pembentukan dunia mereka sendiri dan bermakna bagi dirinya sendiri. Dan dalam dunia tersebut mereka mengklasifikasikan dan menyusun objek objek tertentu yaitu orang lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sir Frederick Bartlett “ reaksi kognitif manusia – yakni reaksi dalam persepsi, imajinasi, berfikir, dan pertimbangan akal sehat—cocok bila dibahas sebagai suatu upaya yang terjadi sesudah timbulnya maksud.” B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Kognisi sosial ? 2. Apa saja Aspek-aspek dasar kognisi sosial ? 3. Apa saja sumber-sumber yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam kognisi sosial ? 4. Apa saja teori-teori yang da dalam kognisi sosial ? C. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pembuatan makalah: Untuk mengetahui teori kognisi sosial manusia 1. Untuk mengetahui pengertian Kognisi sosial. 2. Untuk mengetahui aspek-aspek dasar dalam kognisi sosial. 3. Untuk mengetahui sumber-sumber yang berpotensi menimbulkan kesalahan kesalahan dalam kognisi sosial. 4. Untuk mengetahui teori-teori yang ada dalam kognisi sosial. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kognisi Sosial Kognisi sosial yaitu proses sentral yang terjadi didalam diri manusia yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang ada di luar maupun didalam diri manusia itu sendiri (scheerer (1954 : 49)). Adapun pendapat lain yang mengatakan bahwa kognisi sosial adalah elemen-elemen kognitif yang mana didasarkan pada hal-hal yang diketahui oleh seseorang atau individu atas siapa dirinya, bagaimana tingkah lakunya serta keadaan yang ada disekitarnya (festinger (1957)). Sedangkan menurut Baron & Byrne (2000) Kognisi sosial adalah cara individu dalam menganalisa, mengingat serta menggunakan informasi-informasi mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam lingkungan sosial. Dalam menganalisa peristiwa tersebut, ada tiga proses yang dapat digunakan diantaranya: a. Attention : adalah proses awal yang harus dilakukan yaitu dengan cara memperhatikan gejala-gejala sosial yang ada disekitarnya. b. Enconding : adalah proses dalam memasukkan apa yang telah di peroleh dalam memori dan kemudian menyimpannya. c. Retrieval : adalah proses terakhir yang digunakan sebagai pembanding ketika menghadapi dua gejala yang mirip, sesuai dengan ingatan yang dimiliki. Yang mana apabila sama, maka kita akan mengatakan sesuatu mngenai gejala tersebut. Kognisi adalah suatu sikap yang di pilih dalam menindaki atau menilai seseorang atau benda yang diperoleh dari bagaimana mereka menyikapi kedua hal tersebut. Dan kesan dari suatu hal tesebut bersifat individual. Seperti halnya, tidak ada dua orang individu yang bisa berada dalam dunia kognisi yang sama. Kognisi adalah konfigurasi pengetahuan yang terorganisir, berasal dari pengalaman maa lalu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman kita. Sebagaimana kita memiliki skema mengenai diri kita, kita juga memiliki skema tentang orang lain. Pada kenyataannya kedua skema itu cukup serupa. Isi skema diri juga bisa diterapkan pada orang lain. Psikolog Sir Fredick Bartlett (1932) memperkenalkan istilah skema untuk menefer pada cara mempresentasikan proses memori. Dari berbagai devinisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kognisi sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social itu terjadi secara otomatis. B. Aspek-aspek dasar dalam Kognisi sosial Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut, antara lain: 1. Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik, menata dengan dtail dan mempercepat pemrosesan informasi yang relevan. Terdapat 3 macam jenis skema, yaitu: • person : gambaran mengenai atribut-atribut atau ciri-ciri dari individu lain atau diri individu itu sendiri • roles : gambaran mengenai tugas dan peranan individu-individu di sekeliling kita • events : gambaran mengenai peristiwa-peristiwa sosial yang dialami atau dilihat individu sehari-hari Selain menginterpretasikan aspek-aspek dasar yang terdapat dalam kognisi sosial, individu juga dapat melakukan kesalahan-kesalahan dalam mengupayakan sesuatu. Kesalahan yang dilkukan individu antara lain: 2. Berpikir jalan pintas (heuristic) → individu cenderung malas untuk berpikir kompleks sehingga cenderung menyederhanakan suatu peristiwa yang dialami. Penyederhanaan itu dilakukan dengan cara: a. representasi → individu mengambil kesimpulan mengenai suatu gejala sosial hanya berdasarkan pada ciri-ciri tertentu b. priming → pengambilan kesimpulan berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi atau yang paling dialami c. base rate fallacy → pengambilan kesimpulan dengan cara melakukan generalisasi pada sekelompok individu berdasarkan perilaku individu lain d. keterbatasan informasi yang tersedia → pengambilan kesimpulan berdasarkan informasi yang minim 3. Berpikir Ilusi (Illusory Thinking) → ilusi dalam konsep psikologi adalah kesalahan dalam mempersepsi sesuatu. Dalam psikologi sosial, individu sering mengalami kesalahan dalam mempersepsi sesuatu yang mengakibatkan terjadinya kesalahan pula dalam kognisi sosial. Berpikir ilusi dapat dibedakan menjadi: a. ilusi tentang korelasi (illusory correlation) → ilusi ini terjadi apabila individu menghubungkan dua hal yang tampaknya berhubungan padahal sebenarnya tidak b. ilusi kontrol (illusory control) → individu menganggap seakan-akan dirinya dapat mengendalikan lingkungan c. penilaian terlalu percaya diri (overconfidence judgement) → individu salah memberikan penilaian atau menarik kesimpulan akibat terlalu percaya pada dirinya sendiri C. Sumber-Sumber Yang Berpotensi Menimbulkan Kesalahan Dalam Kognisi Social 1. Bias negativitas, yaitu kecenderungan orang memberikan perhatian lebih pada informasi yang negative daripada informasi yang positif. Contoh: kita diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang yang pintar, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal yang negative dan mengabaikan hal-hal positif. 2. Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negative dan kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negative. Contoh: pemerintah seringkali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai penyelesaian proyek-proyek besar—jalan, bandara baru, dsb. hal ini mencerminkan kesalahan perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik atau informasi yang mungkin negative dan memiliki konsekuensi penting, tampaknya ia justru sudah bersiap menghadapi hal yang buruk (brancing of loss) dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistic: mereka menjadi pesimis. 3. Kerugian yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak berpikir. Terkadang terlalu banyak berpikir dapat menyeret kita ke dalam kesulitan kognoitif yang serius. Mencoba berpikir sistematis dan rasional mengenai hal-hal penting adalah penting. 4. Pemikiran konterfaktual, yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh: ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib keluarga saya sepeninggalan saya?”, dsb. pemikiran konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia—kelambanan apatis—muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif. 5. Pemikiran magis, yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional. Contoh: supaya ujian lulus, Raju berdoa banyak-banyak dan memakai banyak cincin. 6. Menekan pikiran, yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untul muncul kea lam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh: Lutfi yang ikut program diet menekan pikirannya untuk tidak memakan makanan manis.   D. Teori-Teori Kognisi Social Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternative perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Atau biasa disebut subjective expected utility (Fishbein dan Ajzen : 1975). Dengan kemampuan memilih ini berarti factor berfikir berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir seseorang akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan pertimbangan disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat ke depan apa yang akan terjadi dalam seseorang bertindak. Dalam teori kognitif ini, proses kognitif menjadi dasar timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan : a. Kategorisasi atau penggolongan Ketika seseorang mempersepsi orang lain atau kelompok mempersepsi kelompok. Dan memasukkan itu ke dalam suatu kategori sekse, umur, pekerjaan, pembedaan warna kulit, dll. Dan hal ini menimbulkan prasangka antara pihak satu dengan yang lain. b. Ingroup lawan outgroup Orang yang berada dalam satu kelompok merasa (ingroup) dan orang yang merasa dari kelompok lain (outgroup) dan hal ini akan menimbulkan beberapa dampak, antara lain : anggota ingroup lebih anggota lain lebih punya kesamaan disbanding outgroup, ingroup lebih terfaforit daripada outgroup, ingroup memandang outgroup lebih homogen daripada ingroup baik kepribadian atau yang lain. 1. Teori Rosenberg Dikenal dengan teori affective cognitive consistency, atau terkadang disebut teori dua factor. Rosenberg (second & backman:1964) memusatkan perhatian pada kognitif dan afektif. Pengertian kognitif tidak hanya mencakup pengetahuan, melainkan kepercayaan antara sikap dengan system yang ada dalam diri individu. Sedang afektif berhubungan dengan perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif ataupun negative terhadap obyek tertentu. 2. Teori festinger Sikap individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain. Missal : ia berpendapat bahwa pendidikan itu baik, maka mereka mengirim anak nya ke sekolah, menurut teori ini, elemen kognitif meliputi pengetahuan, pandangan/perbuatan, dan kepercayaan tentang lingkungan. 3. Teori P-O-X Teori Heider adalah berpangkal pada perasaan yang ada pada seseorang (P), terhadap orang lain (O), dan hal lain (X) dalam hal ini tidak hanya benda mati tetapi bisa berupa orang lain. Dan ketiga hal tersebut membentuk kesatuan. 4. Teori A-B-X Teori Newcomb (1937-1957) bahwa ada hukum-hukum yang mengatur hubungan antara kepercayaan dan sikap yang ada pada seseorang. Dan Newcomb menambahkan factor komunikasi antar individu dan hubungan dalam kelompok. 5. Prinsip keselarasan Teori Osgood dan Tannenbaum (1955) mengenai perubahan sikap dalam suatu situasi tertentu. Melalui komunikasi mendesak seseorang untuk mengambil sikap tertentu terhadap suatu obyek. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan kognisi sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social itu terjadi secara otomatis. Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut. Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik, menata dengan dtail dan mempercepat pemrosesan informasi yang relevan. Berpikir jalan pintas (heuristic) individu cenderung malas untuk berpikir kompleks sehingga cenderung menyederhanakan suatu peristiwa yang dialami. Berpikir Ilusi (Illusory Thinking) ilusi dalam konsep psikologi adalah kesalahan dalam mempersepsi sesuatu. Dalam psikologi sosial, individu sering mengalami kesalahan dalam mempersepsi sesuatu yang mengakibatkan terjadinya kesalahan pula dalam kognisi sosial. B. Kritik dan Saran Dengan berakhirnya makalah ini, pasti adalah kekurangan karena penyusun jugalah manusia biasa. Mungkin dari pembahasan belum bisa dibahas secara terperinci dari makalah ini untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Oleh karenannya, penyusun sangat mengharapkan kritik yang membangun pastinya dan saran untuk penyusun agar lebih baik lagi untuk mengerjakan makalah-makalah selanjutnya.   DAFTAR PUSTAKA Wirawan.sarlito, 2002. Psikologi Sosial, Jakarta:Balai pustaka Wirawan E.Henny, 1998.Buku ajar Psikologi Sosial 1,Jakarta:UPT Penerbit http://widyanto-kepli.blogspot.com/2012/05/tugas-bimbingandan-konseling-sosial.html http://arlieani.blogspot.com/2013/06/makalah-kognisi-sosial-psikologi-sosial.html Bimo walgito. 1978.Psikologi social. Yogyakarta : andi.